Alhamdulillah saya sudah belajar menggunakan sebuah kain penutup kepala wanita ini sejak kecil. Awal pertamakali saya memakainya mungkin ketika hari raya idul fitri. Saya tak ingat itu usia berapa, yang jelas waktu kecil setiap Iedul Fitri orangtua saya pasti membelikan pakaian muslimah. Dari setiap tahun itu kemudian jadi koleksi. Kemudian sekitar usia 6 tahun, saya mulai belajar ilmu agama alias ngaji. Tempat ngaji pertama yaitu di rumah tetangga, kebetulan beliau mau membagikan ilmunya kepada anak-anak. Oiya, tetangga saya itu sekarang sudah wafat. Namun, Insha Allah ilmunya tetap mengalir hingga hari ini. Masih teringat jelas do’a yang diajarkan kala itu, sebuah do’a yang selalu dilantunkan seusai sholah. Do’a untuk kedua orang tua,
“Rabbigfirli
Waliwa lidaya warhamhuma kama robbaya nisogiro”
Sekitar
SD entah kelas berapa, saya berpindah tempat mengaji. Saya mengaji di madrasah
Daarul Ulum, disini saya mengaji cukup lama. Mulai dari anak-anak hingga
remaja. Mulai dari membaca iqra (iqro artinya bacalah, jadi membaca bacalah
hehe) hingga belajar membaca kitab
gundul.
Di
sekolah dasar ketika kelas 4, wali kelas saat itu bernama ibu Ai. Dia
perfectionis, setiap masuk kelas semua siswa harus baris. Dari ujung sepatu
hingga kuku semua harus bersih. Beliau tak suka lihat rambut wanita berantakan,
maka ketimbang terus kena marah ibu menyarankan perempuan dikerudung. Nah saat
itu namanya juga anak-anak ya pakai kerudungnya cuman di sekolah dan di
pengajian.
Lalu
saya masuk SMP, hari pertama ospek saya tidak dikerudung dan itu ribet karena
harus ngikutin suruhan kakak kelas. Iya itu loh yang harus diiket dualah,
sesuai tanggal lahir lah, seraaaah. Dan lagi, saya memasuki kelas yang wajib
dikerudung. Saya berada dikelas A, dimana itu akan menjadi kelas percontohan
untuk kelas yang lain. Namun tetap saja, dalam pemikiran saya kerudung adalah
pakaian formal yang dipakai ketika pergi ke sekolah.
Saya
pun beranjak SMA eh SMK deng. Pas ospek tetap dikerudung, kemudian salah gaul
pas awal-awal masuk sekolah lalu saya pun melepas hijab. Wali kelas saya pak
Nana sampai menanyakan alasan kenapa lepas hijab. Saya seperti ditampar dengan
pertanyaan itu. Ah namanya remaja, pala batu saya saat itu. Dilepasnya hijab
bersamaan dengan kebobrokan akhlak saya. Ya Allah maafkan. Saya sudah tak lagi
ngaji di madrasah. Saya sibuk dengan urusan duniawi.
Allah
menunjukan jalan yang baik lewat guru agama saya, namanya pak Ujang. Jadi,
beliau ini sangat peduli dengan akhlak dan ibadah siswanya. Sampai suka diwawancara
langsung tuh face to face, apakah
subuh solah? Seminggu ini gak solat berapa kali? Sampai mewajibkan siswa
perempuan untuk memakai hijab. Waktu itu teman sekelas pada protes, bilang
hijab bukan paksaan. Salah satu teman saya sampai memakai mukena selama
seharian karena ketahuan gak pakai hijab sama si bapak. Namun Alhamdulillah
pak, dari situ saya mulai pake hijab lagi.
Ketika
saya SMK saya aktif di karang taruna, disana saya dikenalkan dengan karang
taruna pusat kabupaten bandung. Saya berkenalan dengans alah satu pengurusnya
bernama the Anita. Ya, wanita berhijab lebar dan suka ke rumah saya untuk
mengajarkan baca alqur’an dan diskusi Islam.
Diakhir
tahun 2013, saya mengikuti Camp bersama pengurus masjid Al-Fathu Soreang,
bersama beberapa komunitas. Disana hampir semuanya berhijab lebar, diriku yang
datang dengan celana jeans, jacket hitam tomboy dan hijab instan merasa kikuk.
Sumpah rasanya ingin pulang saja, namun tidak ada yang mengantar. Di acara
tersebut saya belajar banyak hal, tentunya semakin membuka mata saya tentang
kehidupan. Dunia ini sementara, akhirat yang abadi. Di akhir acara camp tuh ada
penyampaian beberapa patah kata dari peserta, saya ingat betul saat itu saya
bilang.
“Saya
Nita Aprilani Oktavia, mulai hari ini akan selalu menghadirkan Allah dalam
setiap kegiatan saya”
Masya Allah syekalikan. Mendadak sholehah.
Masya Allah syekalikan. Mendadak sholehah.
Kemudian
saya berkuliah, saya meneruskan pakai hijab. Awal masuk kuliah masih pakai
hijab cekik dan celana jeans like a boy. Engga punya rok sama sekali kecuali
rok hitam bekas paskibra SMP. Rok hitam itu selalu saya pakai saat mokaku
hingga tutorial. UPI benar-benar tak hanya memberikan ilmu akademik namun
spiritual. Singkat cerita saya mulai punya beberapa rok, engga cuman satu lagi
haha. Saya dibeberapa kesempatan kerap saya gunakan rok khususnya di mata
pelajaran yang tidak membolehkan pakai jeans.
Saya
mulai meninggalkan jeans, saya pakainya celana bahan dan kulot. Kerudung juga
engga mini-mini amat.
Hingga
hari ini, keinginan hijrah selalu ada. Saya yang berbudget minim berusaha
mengakalinya dengan mengulurkan hijab sampai bawah dada meskipun pakai
pashmina, dan kalo pakai kerudung segi empat pastinya tinggal di double dan
dilipat segitiganya sampai hampir ke ujung. Ah laki-laki mana tau haha. Kalo
soal gamis, saya dapat dari Mama. Gamis-gamis mama yang sudah kecil dan jarang
terpakai, saya minta hehe. Kadang kesel sih kalo pakai gamis, karena ngerasa
kek emak-emak. Iyalah baju emak lu pake.
Kaos
kaki, ini nih yang dari dulu gak pernah sadar bahwa kaki itu aurat ya ukhti.
Drama kaos kaki dirumah saya itu pasti setelah dijemur itu selalu hilang satu.
Sampe setiap minggu saya beli kaos kaki. Ya ampun. Hingga hari ini yang selalu
jadi masalah kalo mau keluar rumah adalah kaos kaki entah dimana. Ya kalian
kalo mau ngasih kado mending kasih saya kaos kaki apa hijab panjang apa gamis,
hehe. InshaAllah kepake.
Dari semua itu Alhamdulillah semua photo ijazah saya dikerudung. Jadi gak malu
kalo harus nunjukin photo ijazah, hehe.
Komentar
Posting Komentar